Wednesday, September 17, 2008

Berselimut Surban Cinta

Haruskah cinta putih ini yang bersumber dari lubuk hati menabrak harga diri, pengabdian orang tua, etika sosial, dan garis-garis agama? Lalu yang manakah yang harus dikorbankan: cinta, etika, atau agama? Tidak bisakah semua nilai suci itu berpadu dalam keikhlasan pelangi cinta abadi?

***

Kiai Syamsul Bahri menutup wajah Bening dan Fitrah dengan surban putih yang selalu dipakai Lazuardi, menyatukan mereka dalam pelukan cinta abadi, seraya berbisik: “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. al-Fajr [89]: 27-30).

***

Mak, Mamak, Fitrah, dan Bening…

Setelah aku bermuhasabah, merenungi perjalanan hidupku, aku berusaha menjauhi ego yang selalu mengotori kebeningan hatiku dan menodai kefitrahan diriku. Memang benar pernyataan seorang Syekh, “Selama egomu menyertaimu, engkau tak akan kenal Allah.…”

Mak, Mamak, Fitrah, dan Bening…

Setelah menyadari hal di atas, aku ingin 'kosong' dari sifat ego, supaya aku dapat mengapung di atas Samudera Makrifat, seperti pernyataan Syekh, “Hanya benda-benda kosong yang terapung di permukaan air. Kosongkan dirimu dari sifat-sifat kemanusiaan, maka engkau akan mengapung di Lautan Penciptaan.”

Akhirnya, ingatlah bahwa kunci menjalani kehidupan dengan damai adalah dengan modal keikhlasan dalam berbuat. Dan, ingatlah pesan Jalaluddin Rumi, “Jangan kau taruh harapanmu pada manusia, kau akan kecewa. Taruhlah harapanmu pada Tuhan, agar kau terselamatkan.”

Surat Bersampul Biru Lazuardi
(tokoh utama novel ini)

Judul buku : Berselimut Surban Cinta
Pengarang : Irwanto al-Krienchie
Penerbit : Diva Press
Edisi : soft cover
Berat 630 gram

Harga : 18.3 EUR
Pemesanan : bsi_kharisma@yahoo.com

No comments:

Post a Comment